User:Marva/Basa Walikan

From Glottopedia
< User:Marva
Revision as of 05:15, 30 May 2024 by Wohlgemuth (talk | contribs) (Reverted edits by Marva (talk) to last revision by Wohlgemuth)
Jump to navigation Jump to search

Bahasa Walikan dan Sejarah Bahasa Walikan

Sejarah

Bahasa walikan atau yang dikenal sebagai osob ngalaman atau osob kiwalan adalah bahasa sandi arek-arek Malang yang sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1940-an ada peristiwa Gerakan Rakyat Kota Malang yang merupakan kunci dari asal-usul bahasa walikan diciptakan di antara komunitas pejuang di kecamatan atau kelurahan masing-masing. Seperti komunitas pemuda di Kayutangan, komunitas di Singosari, komunitas di Claket, Sawahan, Margosono, Kidul Pasar, dan tempat-tempat lainnya. Bahasa ini bertujuan untuk mengelabui pihak penjajah dan warga Malang yang membelot sebagai mata-mata Belanda. Menurut pemerhati bahasa malangan Abdul Wahab Adinegoro dilansir dari wawancara dengan Kompas.com, bahasa ini lahir dari komunitas pemuda yang bersifat regional. Sebuah kata yang diciptakan atau sudah dituturkan oleh sebuah komunitas perlu pengakuan dari komunitas lain untuk menyetujui penggunaan kata tersebut. Apakah kata itu terasa elok bila ditulis, didengar, dan diucapkan. Abdul Wahab juga menjabarkan, sebagai contoh kata ‘kaos’ bisa dibalik menjadi ‘soak’ yang menurut komunitas hasil kata ini tidak elok dan enak didengar, sehingga bukan menjadi salah satu kosa kata bahasa walikan. Bahasa walikan tergolong sebagai sub-dialek dari dialek Jawa Timuran yang tidak diketahui bagaimana aturan pasti terkait linguistik bahasa walikan seperti kaidah penulisan kata dan urutan huruf yang dibalik. Perlu dicatat bahwa tidak semua kata yang bisa dibalik adalah bahasa walikan dan tidak semua bahasa malangan berasal dari kata yang diwalik (dibalik).


Di daerah Malang Raya (Malang Kota dan Malang Kabupaten) beberapa kosa kata dalam bahasa walikan memiliki makna yang berbeda. Menurut Abdul Wahab hal ini disebabkan oleh faktor perbedaan generasi yang membentuk, menuturkan, dan menurunkan bahasa walikan di lingkungan masyarakat. Cerita rakyat juga turut mengembangkan pembentukan kosa kata dalam bahasa ini. Sebagai contoh kata pesi yang bermakna ngapusi dalam bahasa Jawa atau berbohong dalam bahasa Indonesia. Kata pesi hanya dikenal oleh penutur yang berasal dari komunitas di Kayutangan. Hal ini dikarenakan adanya cerita rakyat bernama “Pelu Pesi” yang berkembang di Kayutangan. Pelu Pesi adalah seseorang yang senang bercerita. Karena kegemarannya bercerita, ia terkadang menceritakan cerita bohong. Setiap warga yang dicap berbohong atau telah berdusta akan dikaitkan dengan tokoh “Pesi” bagi komunitas Kayutangan. Sementara itu kata awat adalah sebutan untuk berbohong di daerah Sawahan, lalu di daerah Singosari mengenal kata ralu dan kata sanjiplak yang bermakna penipu. Setiap komunitas memiliki bahasa sandi tersendiri untuk mengenali anggotanya. Kekhawatiran dan kecurigaan antara anggota komunitas daerah disebabkan oleh peristiwa Gerakan Rakyat Kota Malang untuk mempertahankan wilayah Malang dari ancaman Belanda setelah kemerdekaan. Saat itu Belanda datang ke Malang bertepatan dengan peristiwa Agresi Militer Belanda I pada tahun 1948.


Imam Agus Basuki, pakar bahasa dari Universitas Negeri Malang dalam wawancaranya dengan media berita Kompas.com cabang Malang, memberi contoh sederhana sebagai berikut. Kata ojir (uang), idrek (bekerja), ebes (bapak atau ayah), dan memes (ibu) tidak berasal dari bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia. Akan tetapi kata-kata seperti tahes (sehat), kadit (tidak), oyi (iyo), dan ayas (saya) dapat dilacak asal-usul kata tersebut yang berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. (to be continued)


Sejauh artikel ini dalam proses penulisan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Malang tidak memiliki sumber pendukung terkait sejarah dan dialek bahasa walikan. Sehingga penulis untuk sementara menggunakan sumber daring seperti artikel ilmiah dan liputan berita regional.